Perubahan Iklim Semakin Nyata, Bagaimana Dampaknya di Indonesia?
https://www.naviri.org/2016/02/Tika-Kaunang-page-2.html
Gelombang panas, banjir bandang, kebakaran hutan, dan bencana lain semakin sering terjadi belakangan ini di belahan Bumi lain. Menandai dampak perubahan iklim semakin nyata, semakin banyak daerah yang tidak layak huni.
Lalu, bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa kondisi suhu permukaan di Indonesia alami peningkatan di sejumlah wilayah.
"Nah, data di Indonesia itu berdasarkan monitoring sepanjang 40 tahun terakhir, menunjukkan suhu terus menghangat dengan laju bervariasi di berbagai wilayah," ungkap Dwikorita.
BMKG mencatat laju peningkatan suhu permukaan tertinggi terpantau di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur. Dengan laju peningkatan mencapai 0,47 derajat Celcius per dekade. Sedangkan anomali suhu rata-rata di Stasiun BMKG Umbu Mehang Kunba, Nusa Tenggara Timur sebesar 1,2 derajat Celcius.
Bukan hanya suhu udara di permukaan, suhu air laut permukaan juga alami peningkatan. BMKG mencatat saat terjadi badai tropis Seroja suhunya mencapai 29 derajat Celcius lebih. Meningkat jauh dari suhu normal 25-26 derajat Celcius.
"Dan itu mengakibatkan perbedaan tekanan udara di zona yang suhu permukaan air lautnya itu lebih tinggi, lebih hangat dibandingkan zona sekitarnya, maka terjadilah pergerakan angin, karena sirkuler, memutar dengan kecepatan tinggi, jadi driver penggeraknya itu adalah suhu muka laut yang hangat," ungkap Dwikorita.
Sebagai catatan, siklon tropis Seroja melanda Nusa Tenggara Timur pada 3 April 2021. Sebanyak 128 warga meninggal dunia akibat cuaca ekstrem tersebut. Menurut Dwikorita, badai tropis atau siklon tropis semestinya tidak mudah menembus zona khatulistiwa.
"Karena apa? Di zona khatulistiwa itu rotasi bumi paling cepat, jari-jari bumi paling panjang, padahal waktu yang diperlukan untuk berputar sama-sama 24 jam tapi jarak tempuhnya kan paling jauh khatulistiwa karena jari-jari bumi paling panjang lingkaran bumi paling panjang, sehingga jarak tempuh paling jauh paling panjang dalam waktu yang sama-sama 24 jam.
“Jadi ekuator ini rotasi bumi paling cepat dibandingkan zona lain. Akibatnya apa? Kalau terjadi siklon tropis atau badai tropis di lautan, siklon ini kan bergerak, tidak akan sanggup tumbuh atau menembus zona ekuator tadi, karena ada gaya coriolis akibat rotasi yang cepat," beber Dwikorita.
Posisi Indonesia di garis khatulistiwa semestinya membuat badai atau siklon tropis tidak mudah ditembus. Karena pengaruh rotasi bumi yang cepat membuat bibit siklon yang tumbuh akan buyar akibat adanya rotasi tersebut.
"(Itu) Dulu. Tetapi tahun 2021, siklon seroja terjadi, dan terjadinya di dalam zona itu. Artinya apa? Kekuatan pembentukan badai tropis ini semakin kuat. Antara lain dipicu oleh semakin hangatnya suhu muka air laut," pungkasnya.