Mahfud MD Analisa Nasib Ferdy Sambo, Terkait Kematian Brigadir J
https://www.naviri.org/2016/02/Maria-Ozawa-page-17.html
Menko Polhukam Mahfud MD memberikan analisa sederhana soal nasib Irjen Ferdy Sambo ke depannya perihal kasus kematian Brigadir J.
Untuk lebih memudahkan penjelasannya agar mudah dipahami, Mahfud MD menganalogikan masa depan Ferdy Sambo dengan kasus seorang polisi yang ketahuan selingkuh.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat diminta menjelaskan maksud dari postingannya di media sosial terkait sanksi etik dan pidana yang bisa diberikan bersamaan.
"Ya begini, kadangkala sebuah tindak pidana itu berhimpitan antara pidana dengan etika," papar Mahfud MD menjelaskan maksud postingannya itu saat diwawancarai, Minggu (7/8/2022).
Mahfud MD kemudian menganalogikan dengan kasus seorang polisi yang ketahuan berselingkuh.
"Misalnya begini, ada seorang polisi diduga melakukan perzinaan di sebuah hotel dan ketangkap sedang dengan seorang perempuan. Itu kan pidana kalau dilaporkan oleh istrinya. Tapi juga, itu etik. Kenapa ada seorang polisi tertangkap basah di hotel bersama istrinya orang lain atau perempuan lain. Itu kan etik. Nah di sini berhimpitan, pidananya biar jalan, lalu etiknya jalan.
“Karena produk hukumannya berbeda. Kalau pidana itu yang memutus adalah hakim. Hukumannya penjara, hukuman mati, perampasan hak, harta dan sebagainya. Tapi kalau etik atau disiplin, itu hukumannya administratif saja. Misalkan diskors, diberhentikan, dipecat, kemudian diberi teguran, diturunkan pangkat, ditunda kenaikan pangkat dan sebagainya, itu etik," papar Mahfud MD .
Mahfud MD kemudian memberikan contoh kasus yang lebih konkret yakni yang pernah menjerat mantan polisi AKBP Brotoseno dan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Untuk kasus yang pidana lebih dulu baru kemudian kode etik seperti yang dialami Brotoseno.
"Iya kan. Dia dinyatakan menerima suap dan dihukum lima tahun, dijalani tiga tahun. Itu kan pidananya dulu baru etiknya. Ternyata dalam sidang etik dia enggak salah, tapi masih diperlukan lagi, itu etiknya belakangan," kata Mahfud.
Sedangkan untuk kasus sebaliknya dialami Akil Mochtar.
"Tapi yang Akil Mochtar itu etiknya lebih dulu. Begitu dia ditangkap, lalu saya datang ke MK, harus ada sidang etik, diberhentikan dulu dari jabatan hakim. Waktu itu saya lihat di TV itu, Yusril Ihza Mahendra dan Profesor (lain) enggak setuju, enggak perlu sidang etik. Karena kalau sudah tertangkap tangan itu sudah pasti melanggar, itu sudah pasti pidana. Pada akhirnya, udah kita pecat dulu. Sudah dipecat pemeriksaan menjadi lebih lancar, gitu. Nah itu yang terjadi. Bisa mana duluan," papar Mahfud.
Sambo bisa disebut halangi penyidikan
Dalam kesempatan itu, Mahfud MD juga menjelaskan bagian dugaan etik dan pidana yang dilanggar Ferdy Sambo dalam kasus Brigadir J. Untuk kasus etiknya, beber Mahfud, yakni perihal perusakan CCTV yang diduga diperintahkan Ferdy Sambo.
"Kenapa dalam situasi begini, kok misalnya CCTV-nya dicopot. Kenapa grendel gerendel pintu itu diganti. Kenapa isi lemari dari pemeriksaan TKP yang pertama dengan pemeriksaan TKP yang dilakukan oleh Timsus itu berbeda. Itu sudah etik, tidak bisa mengamankan situasi. Etiknya di situ, tidak profesional. Kalau itu mau dianggap etik," jelas Mahfud.
"Tapu kalau dikaitkan pidana bisa itu, obstraction of justice, itu mau menghalang-halangi penegakan hukum, menghilangkan bukti, menghilangkan grendel, menghilangkan noda-noda. Sehingga DNA-nya sama sekali tidak ketemu misalnya di TKP.
“Nah itu sudah tindak pidana, banyak pasal-pasal yang dikenakan ke situ, begitu. Jadi ini berurutan. Nah di dalam pengalaman bisa lebih dulu pidana, bisa lebih dulu, apa namanya, etik," papar mantan ketua MK itu.