Kasus Brigadir J: Dari LPSK sampai Para Tersangka (Bagian 2)

Terkuak Alasan Ferdy Sambo Mengotori Rumahnya untuk Habisi Brigadir J

Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kasus Brigadir J: Dari LPSK sampai Para Tersangka - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Yang disorot lainnya, Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto. Kini nama Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, diduga kuat ikut terlibat dengan skenario pembunuhan Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Lulusan Akpol 1995 itu dikabarkan tengah diperiksa Inspektorat Khusus (Itsus). 

Itsus merupakan tim bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memeriksa oknum polisi yang diduga melanggar etik dengan menghambat penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. 

Kini sudah ada 63 polisi yang diperiksa Itsus dan 36 di antaranya dinyatakan melanggar kode etik karena merusak tempat kejadian perkara (TKP) dan barang bukti. 

Sementara, beberapa pekan sebelumnya, pengamat hukum sudah menyebut nama Irjen Fadil Imran sebagai salah satu orang yang harus bertanggung jawab atas perusakan TKP pembunuhan Brigadir J. 

Seperti diketahui, TKP pembunuhan Brigadir J berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya, tepatnya di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). 

Kata Humas 

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo enggan menjawab kabar pemeriksaan Kapolda Metro Jaya. "Nanti akan diinfokan apabila sudah ada," kata Dedi dikutip Senin (15/8/2022). 

Menurutnya, tim sedang fokus melengkapi berkas perkara kematian Brigadir J agar segera dikirim ke Kejaksaan. "Timsus fokus penyelesaian berkas perkara untuk segera dapat dilimpahkan ke JPU," jelasnya. 

Sementara, kabar terbaru, tim Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah memeriksa 63 polisi. Sebanyak 35 di antaranya dinyatakan melanggar kode etik dengan merusak TKP dan barang bukti serta menghambat proses penyidikan. 

"Itsus tetap kita bagi menjadi dua. Proses penyidikan tetap masih berjalan dan proses yang dilakukan oleh Itsus hari ini telah memeriksa 63 orang." 

"Dari 63 orang ini yang sudah dijadikan terduga pelanggar itu ada 35 orang," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (15/8/2022). 

Dedi juga mengatakan beberapa personel yang diduga menjadi pelanggar terkait kasus ini berada di tempat yang berbeda-beda. 

"Ditempatkan di Provost itu delapan orang, kemudian di Mako Brimob itu ada sembilan orang, kemudian di Bareskrim itu ada dua orang. Jadi totalnya ada 19 orang," tuturnya. 

Selanjutnya, katanya, personel yang diduga menjadi pelanggar ini akan diperiksa apakah melakukan pelanggaran kode etik atau adanya obstruction of justice. 

Sementara, secara pidana, sudah ada empat tersangka kasus pembunuhan Brigadir J. Pertama adalah Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E. Ia dijerat pasal 338 juncto 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan. Sementara tiga lainnya adalah Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Ferdy Sambo sendiri. Ketiganya dijerat pasal 340 subsider 338 juncto 55 dan 56 KUHP tentang pembunuhan berencana. 

Pakar Hukum Bicara 

Pengamat Hukum yang juga Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid pernah berbicara bahwa awal mula runyamnya kasus Brigadir J adalah sejak ditangani Polres Metro Jakarta Selatan. 

Kala itu, Usman Hamid berbicara di Kompas TV usai penetapan Bharada E sebagai tersangka, Rabu (3/8/2022). 

"Pertama, sedari awal seharusnya ada pertanggungjawaban atas tindakan pertama kali kepolisian terhadap tempat kejadian perkara. Misalnya ketika Kadiv Propam melaporkan kepada Kapolres Jakarta Selatan, Kapolres Jakarta Selatan pasti melaporkan kepada Kapolda Metro Jaya. Pertanyaannya adalah, apa yang dilaporkan. Pertanyaan kedua, apa yang diarahkan/diperintah Kapolda kepada Kapolres," kata Usman Hamid 

Menurut Usman Hamid, Fadil Imran mengetahui kasus pembunuhan Brigadir J berdasarkan laporan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto. Ppa yang diperintahkan Fadil Imran harus diketahui publik. 

"Jadi kalau perintahnya tidak ada, misalnya penurunan tim penyidik termasuk tim inafis, atau tim olah TKP secara saintifik maka Kapolda patut dimintai tanggung jawab, jadi bukan hanya Kapolres Jakarta Selatan tapi juga Kapolda Metro Jaya. 

“Nah di situlah permulaan bagaimana kepolisian secara ceroboh menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari H sebagai peristiwa pelecehan seksual yang mengakibatkan Bharada E terpaksa menembak Brigadir J dalam suatu penjelasan yang diikuti sedikit bukti bahkan nyaris tidak ada bukti," paparnya. 

Related

News 7303667011241728261

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item