Ada Kode Rahasia di Balik Anehnya Surat Kuasa Bharada E
https://www.naviri.org/2016/01/Derina-Derin-page-33.html
Advokat Deolipa Yumara mencium aroma janggal terhadap Bharada Richard Eliezer yang mencabut surat kuasa terhadap dirinya sebagai pengacara kasus pembunuhan Brigadir J.
Deolipa yakin pencabutan kuasa dirinya sebagai pengacara oleh Bharada E, karena didasarkan dari kode yang ada di dokumen pencabutan surat kuasa yang diteken Richard, 10 Agustus 2022 lalu. Kode yang dimaksud yakni absennya keterangan tanggal dan jam di dokumen pencabutan surat kuasa.
Menurut Deolipa, dia dan Bharada E sudah saling membuat kesepakatan. Kesepakatan itu adalah soal kode tanggal dan jam dalam tiap penerbitan surat kuasa.
"Setiap loe (Bharada E) tanda tangan, maka harus dilengkapi dengan keterangan tanggal dan jam. Itu pertanda loe bersedia tanda tangan dan loe setuju. Tapi, kalau gak ada tanggal, tulisan tangan dan jam, itu artinya loe di bawah tekanan atau ada intervensi," kata Deolipa, di kediamannya di Depok, Jawa Barat, Sabtu (13/8/2022).
Tak mau hanya sekadar bualan belaka, Deolipa lalu menegaskan dia punya dua dokumen berbeda ke media. Dokumen pertama adalah dokumen pemberian surat kuasa pada 6 Agustus 2022 lalu. Di dokumen itu, Richard membubuhkan tanda tangan disertai tanggal dan jam.
Sedangkan, di dokumen pencabutan kuasa hukum pada 10 Agustus 2022 lalu, Richard hanya membubuhkan tanda tangannya saja.
Sebagai catatan, Bareskrim per 12 Agustus 2022 lalu kemudian memberi kuasa kepada Ronny Talapessy sebagai pengacara baru Richard Eliezer. Ronny mengaku ditunjuk langsung oleh Richard dan keluarganya.
Pada kesempatan itu, Deolipa Yumara juga mengaku sempat dipanggil ke ruang seorang petinggi Bareskrim Polri. Di sana, ia dan koleganya Muhammad Burhanudin diminta menunggu mulai pukul 20.00 WIB sampai pukul 02.00 WIB.
"Saya ditemui oleh seorang petinggi di Bareskrim dan diminta untuk mengundurkan diri. Ya, saya menolak lah. Saya kan pengacara lama. Pak Burhanudin pengacara lama," kata dia.
Akan tetapi, Deolipa tak bersedia menyebut identitas pejabat Bareskrim yang menemuinya 10 Agustus lalu. "Bukan (Kabareskrim). Kode namanya saudaraku," kata dia lagi sambil melempar guyonan.
"Ya namanya saya diperintah. Ya, saya ngomel-ngomel lah (pas diminta mundur). Saya katakan, di Kepolisian itu boleh kok melawan perintah, kalau isi perintahnya gak benar," kata dia.
Petinggi Bareskrim itu kemudian meneruskan pernyataan Deolipa Yumara ke atasannya. Namun, yang terjadi Bareskrim memecat Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanudin.
"Katanya pengacara Bharada E itu ngomong terlalu banyak, masuk ke materi dalam bicara ke media. Kalau dia gak bisa manut, cabut kuasanya!" kata Deo menirukan pernyataan petinggi Bareskrim yang menemuinya itu.
Ia mengaku tidak tahu instruksi agar kuasa Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanudin untuk dicabut datang dari mana. Deolipa Yumara hanya menyebut si pemberi instruksi adalah seorang jenderal di kepolisian.
Pencabutan kuasa terhadap Deolipa Yumara secara sepihak tak lama usai ada protes dari Kabareskrim, Komjen (Pol) Agus Andrianto pada 9 Agustus 2022 lalu. Di hadapan media, Agus memprotes pernyataan Deolipa Yumara dan Muhammad Burhanudin yang seakan-akan menjadi penyebab Bharada E akhirnya bersikap jujur.
Deolipa lalu bilang, dirinya akan mengajukan gugatan secara perdata atas pemutusan sepihak soal statusnya sebagai pengacara Bharada E.
"Saya akan melakukan gugatan perdata artinya wanprestasi atau sesuatu yang sifatnya pidana karena tanda tangan Richard (di dokumen pencabutan kuasa) berbeda dari tanda tangan biasanya," kata Deolipa.
Rencananya gugatan bakal diajukan oleh Deolipa Yumara ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 15 Agustus 2022. "Buktinya sudah ada di saya kok," kata dia.
Meski belum menunjukkan surat gugatan, tetapi Deolipa Yumara membocorkan ada tujuh individu yang menjadi pihak tergugat. Dua di antaranya termasuk Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan Bharada Richard Eliezer. Ia menjelaskan Richard termasuk pihak yang digugat karena diduga melanggar proses formil dengan mencabut kuasa sepihak.
"Tapi, itu dengan asusmi kalau benar yang tanda tangan Richard ya," kata dia.
Kata dia, bila dikabulkan tuntutan tersebut, maka uang Rp15 triliun tidak akan ia ambil sepeser pun. "Jadi, nanti Rp3 triliun akan saya bagi ke wartawan, sekian triliun saya kasih ke orang-orang yang menjadi korban dari kasus Ferdy Sambo ini dan personel Polri yang sudah bekerja keras mengusut kasus ini," tutur Deolipa Yumara.