Mengapa Ferdy Sambo Pilih Eksekusi Brigadir J di Rumah Dinasnya?
https://www.naviri.org/2016/01/Derina-Derin-page-31.html
Penetapan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat masih menyisakan sejumlah hal yang belum terungkap.
Tim khusus Polri baru-baru ini mengungkap motif Ferdy Sambo membunuh Brigadir J. Jenderal bintang dua itu mengaku marah dan emosi karena Brigadir J melukai martabat keluarganya.
"FS mengatakan bahwa dirinya menjadi marah dan emosi setelah dapat laporan PC yang mendapatkan tindakan yang melukai harkat martabat keluarga di Magelang oleh almarhum Josua," ujar Dirtipidum Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi di Mako Brimob, Kamis 11 Agustus 2022.
Namun, pernyataan itu semakin menimbulkan tanda tanya publik. Salah satunya terkait lokasi peristiwa penembakan. Diketahui, peristiwa penembakan itu terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Menko Polhukam, Mahfud MD, mengatakan, memilih rumah dinas sebagai tempat mengeksekusi Brigadir J terbilang aneh. Terlebih jika kejadian yang disebut melukai harkat dan martabat itu terjadi sejak di Magelang.
"Kalau seorang jenderal kan tinggal nyuruh ya. Kalau ada pelecehan tinggal bawa ke sana hilang, selesai. Nah ini pasti ada yang aneh," kata Mahfud dalam channel Youtube Deddy Corbuzier.
"Seumpama ketahuan pun dia bersih. Tapi mengapa dia kok melakukan itu di rumahnya," imbuhnya.
Mahfud mengaku sudah tahu alasan-alasan eksekusi dilakukan di rumah dinas Ferdy Sambo, begitu juga dengan penyidik. Meski begitu, ia enggan membuka alasan Ferdy Sambo membunuh Brigadir J di rumah dinasnya.
"Itulah nanti jawabannya akan dibuka di pengadilan, saya sendiri sudah tahu," ujar Mahfud.
Pengakuan Mengejutkan Ferdy Sambo
Mabes Polri mengungkapkan pengakuan mengejutkan Brigjen Ferdi Sambo, tersangka penembakan asistennya, Brigadir J saat menjalani pemeriksaan dalam statusnya barunya itu. Kepada penyidik, polisi bintang dua itu mengungkapkan alasannya menghabisi nyawa asistennya tersebut.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan FS (inisial dari mengakui Ferdi Sambo, red), merencanakan pembunuhan Brigadir J karena korban telah melakukan tindakan yang melukai martabat keluarganya.
"Saya ingin menyampaikan tersangka FS mengatakan dirinya menjadi marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istirnya PC bahwa dirinya mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang yang dilakukan almarhum Josua," ungkap Andi usai melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Ferdy Sambo di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Kamis 11 Agustus 2022.
Perasaan itulah yang akhirnya mendorong Ferdi Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap almarhum Joshua. Andi mengatakan setelah mendapatkan laporan itu, Ferdy Sambo memanggil RR dan E untuk merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Ini pengakuan dari tersangka FS," katanya.
Menurut Andi penyidik cukup beruntung tersangka akhirnya berbicara terkait kasus yang membuat hilangnya nyawa Brigadir J. Kalaupun menolak memberikan keterangan, lanjut Andi, pihak penyidik sudah memiliki alat bukti yang cukup kuat untuk memberikan sangkaan kepada tersangka, sehingga kasusnya siap diajukan ke pengadilan.
"Itu pengakuan tersangka di BAP (berita acara pemeriksaan)," ujar Andi.
Sebelumnya Polri menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus tewasnya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat alias J. Selain Ferdy Sambo, Polri juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yakni Bharada Richard Eliezer alias E, Brigadir Ricky Rizal, dan seseorang berinisial KM.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menjelaskan, Bharada E berperan sebagai penembak Brigadir J. Sedangkan Brigadir Ricky Rizal dan KM berperan membantu dan menyaksikan penembakan.
Sedangkan Ferdy Sambo menyuruh melakukan penembakan dan menyusun skenario seolah-olah terjadi tembak menembak di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat 8 Juli 2022. Keempat tersangka dijerat pasal berlapis dengan ancaman maksimal hukuman mati.
"Hasil pemeriksaan 4 tersangka penyidik menerapkan Pasal 340 subsider 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun," kata Agus.