Mengapa Kim Jong-un Bisa Menjadi Pemimpin Korea Utara?
https://www.naviri.org/2018/01/mengapa-kim-jong-un-memimpin-korut.html
Naviri.Org - Kim Jong-un adalah pemimpin Korea Utara, negara yang saat ini menjadi sorotan dunia internasional, karena praktik pembuatan dan uji coba nuklir yang aktif mereka lakukan. Sebagian orang mungkin bertanya-tanya, mengapa Korea Utara bisa dipimpin orang seperti Kim Jong-un? Atau, bagaimana Kim Jong-un bisa menjadi pemimpin Korea Utara?
Pertanyaan itu bisa jadi dilatari oleh kenyataan sosok Kim Jong-un yang sebenarnya tampak tidak mengerikan, biasa-biasa saja, bahkan sekilas tampak lucu karena mengingatkan kita pada sosok PSY, penyanyi Gangnam Style. Jadi, bagaimana bisa Kim Jong-un yang tampak biasa-biasa saja itu memimpin Korea Utara, dan dikenal sebagai pemimpin yang ganas, termasuk hobi membuat nuklir?
Keberadaan Kim Jong-un sebagai pemimpin Korea Utara tidak bisa dilepaskan dari fakta sejarah masa lampau negara itu. Kim Jong-un adalah cucu pendiri atau pemimpin pertama Korea Utara, yaitu Kim Il-Sung. Dengan kata lain, dia mewarisi kekuasaan dari leluhurnya.
Korea Utara adalah negara komunis paling awet yang dikuasai oleh dinasti keluarga. Kim Il-sung mendirikan negara ini sejak 1949 setelah Jepang melepas kontrol atas Semenanjung Korea pada 1945. Il-sung mengembangkan seperangkat tradisi pengkultusan diri yang dirumuskan dalam filosofi negara, bernama Juche. Idealisme yang kemudian diwariskan kepada anaknya, Kim Jong-il, dan cucunya, Kim Jong-un.
Kim Il-sung merancang Juche sebagai turunan dari ideologi Marxisme-Leninisme, namun khas Korea. Juche kemudian diadopsi sebagai prinsip utama yang dianut pemerintahan Korea Utara sejak 1950-an.
Prinsip tersebut, secara teori, dijalankan untuk memajukan Korut dalam mewujudkan “jaju” atau kebebasan, melalui pembangunan “jarip” atau ekonomi nasional, dan dalam penekanan konsep “jawi” atau bela diri, sehingga tercipta masyarakat Korut dalam sosialisme ala Korut sepenuhnya. Penerapan konsep “jawi” diteruskan dalam kebijakan Songun atau memprioritaskan militer.
Pada tahun 2013, Klausul 2 Pasal 10 dari Sepuluh Prinsip Mendasar yang baru disunting dari Partai Pekerja Korea menyatakan bahwa partai dan revolusi harus dilakukan "selamanya" oleh "garis keturunan Baekdu". Baekdu adalah nama gunung di mana Kim Il-sung berjuang melawan Jepang dan tempat kelahiran Kim Jong-il lahir—setidaknya demikian yang dipercayai orang-orang Korut. Klausul tersebut makin memantapkan prinsip kedinastian Korut yang selamanya akan dipimpin oleh keturunan keluarga Kim.
Kim Kyung-hee adalah adik perempuan termuda Jong-il dan menjadi salah sosok penting di Korut, terutama selama masa kepemimpinan kakaknya. Ia menggenggam beberapa posisi penting di Partai Pekerja Korea, termasuk menjadi anggota Komite Sentral yang amat berkuasa di Korut. Kyung-hee juga pernah dipromosikan statusnya menjadi jenderal bintang empat, dan membuatnya wanita Korut pertama yang mampu memperoleh pangkat tersebut, demikian menurut catatan BBC.
Kyung-hee bersuamikan Jang Song-thaek, sosok penting lain di tubuh pemerintahan Korut era Kim Jong-il, yang mati dengan tragis. Song-thaek mendapat jabatan sebagai wakil ketua di Komisi Pertahanan Nasional, posisi yang dinilai nomor dua setelah pemimpin tertinggi. Bersama istrinya, ia menjadi penasihat kebijakan kunci bagi Kim Jong-il.
Pada 2009, ia sangat dekat dengan Kim Jong-il. Posisi Song-thaek menjadi pemimpin lembaga paling berpengaruh terhadap kebijakan Korea Utara membuat ia digadang-gadang mampu menggulingkan pemerintahan Jong-il yang saat itu mulai sakit-sakitan. Namun kekuasaan Jong-il terbukti berlanjut sampai akhir tahun 2011, tepatnya hingga Jong-il meninggal di bulan Desember.
Setelah tongkat kekuasaan jatuh ke tangan Kim Jong-un, posisi Song-thaek kian terancam. Pada 8 Desember 2013 ia dikeluarkan dari Partai Pekerja Korea karena dituduh “anti-partai, melakukan tindakan kontra-revolusi” termasuk main perempuan, menyimpan “ambisi bermotif politik”, melemahkan “pedoman partai mengenai pengadilan, pembinaan, dan keamanan masyarakat”, serta menghalangi “urusan ekonomi negara”.
Kejengkelan pemerintahan Korut, terutama Jong-un, memuncak pada tuduhan bahwa Song-thaek berniat makar. Pada 12 Desember 2013, Song-thaek diadili oleh pengadilan militer khusus Kemeterian Keamanan Negara, lalu dieksekusi.
Penelusuran media Cina dan sejumlah pengamat Korut menunjukkan bahwa Song-thaek dieksekusi karena ia lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi—dan dengan demikian tak selaras dengan prinsip Songun Korut. Kematian Song-thaek disebut-sebut sebagai eksekusi pejabat negara paling signifikan sejak era Kim Il-sung.
Baca juga: Apakah Kim Jong-Un Punya Kakak dan Adik?