Melihat Perkembangan Pesat Motor Listrik di Cina
https://www.naviri.org/2017/12/motor-listrik-cina.html
Naviri.Org - Di Indonesia, motor listrik baru sebatas wacana, meski telah ada motor listrik yang benar-benar telah diciptakan, bernama GESITS. Meski begitu, Indonesia masih tampak belum siap dalam menghadapi kehadiran motor listrik, di antaranya belum ada aturan atau regulasi yang jelas. Kenyataan itu berbeda dengan Cina, yang telah menjadikan motor listrik sebagai bagian dari kehidupan mereka, bahkan sejak lama.
Dalam laporan Global EV Outlook 2016 yang dikeluarkan The International Energy Agency (IEA), beberapa negara seperti Cina, Belanda, Swedia, dan Thailand, punya perhatian penuh terhadap motor listrik, terutama Cina.
Di Cina, motor listrik bukanlah barang baru. Cina bahkan sudah memulai pengembangan motor listrik sejak 1990-an, dan mulai gencar memperkenalkan motor listrik sejak 2004.
Setidaknya, selama lima tahun terakhir pendaftaran baru unit motor listrik di Cina mengalami kenaikan signifikan. Pada 2010, registrasi baru motor listrik hanya 16,2 juta unit, lalu pada 2014 sudah mencapai 29,4 juta unit.
IEA memperkirakan ada 223 juta unit sepeda motor mengaspal di Cina, atau separuh dari populasi motor listrik di dunia. Tahun lalu ada 40 juta unit motor listrik terjual di seluruh dunia, diperkirakan pada 2030 sebanyak 40 persen penjualan motor listrik berasal dari Cina. Apa yang membuat perkembangan motor listrik Cina begitu pesat?
Pemerintah Cina di pusat maupun daerah sejak dekade lalu cukup agresif dan serius mendorong motor listrik. Isu pencemaran udara memang menjadi masalah serius di Cina. Pada 1999, pemerintah pusat Cina mengeluarkan ketentuan yang longgar bagi kendaraan roda dua atau sepeda listrik dengan bobot tidak lebih dari 40 kg dan kecepatan maksimal 20 km/jam, tak perlu registrasi atau lisensi, termasuk tak memerlukan SIM bagi pengendaranya.
Kemudian, pada 2009, setidaknya ada 13 kota di Cina menerapkan larangan penggunaan motor bensin, di Changzhou, Dalian, Foshan, Guangzhou, Harbin, Jinan, Ningbo, Suzhou, Taiyuan, Tangshan, Wuhan, Xi'an, dan Zhengzhou.
Selain itu, ada 16 kota yang berlaku larangan secara parsial, antara lain Beijing, Changchun, Changsha, Chengdu, Chongqing, Guiyang, Hangzhou, Kunming, Lanzhou, Nanjing, Qingdao, Shanghai, Shenyang, Shijiazhuang, Tianjin, dan Wuxi. Motor atau sepeda listrik di Cina mendapatkan tempat di masyarakat, bahkan bisa bersaing dengan moda lainnya, karena unggul dari sisi biaya.
Dalam sebuah tulisan berjudul Electric Two-Wheelers in China: Promise, Progress, and Potential, yang ditulis Christopher Cherry, dikutip dari laman accessmagazine.org, biaya motor listrik relatif jauh lebih rendah, hanya 0, 2¢ per km. Bandingkan dengan mobil berbahan bakar bensin yang 8¢ per km, atau sepeda motor bensin yang 3¢ per km, dan untuk biaya bus mencapai 3¢ per km. Dari sisi tingkat karbon (CO2), motor listrik jelas jauh lebih unggul dari motor konvensional.
Perkembangan Cina untuk urusan motor listrik bukan tanpa cela, termasuk yang menjadi kekhawatiran para pengembang motor konvensional di Indonesia, apalagi kalau bukan isu lingkungan. Di Cina juga menghadapi persoalan regulasi maupun pemanfaatan daur ulang baterai motor listrik yang masih terbatas.
Baca juga: Motor Listrik, dari Harley Davidson Sampai BMW