Memahami Gejala Depresi yang Memicu Bunuh Diri
https://www.naviri.org/2017/12/gejala-depresi.html
Naviri.Org - Kita pasti sering mendengar istilah depresi, baik diucapkan oleh teman atau orang di sekitar kita, atau menemukan istilah itu di berita atau artikel yang kita baca. Bisa jadi, sebagian orang memahami depresi dalam persepsi yang salah. Karenanya pula, ketika mendapati ada orang bunuh diri karena depresi, bisa jadi sebagian orang menganggapnya remeh, dan enteng mengatakan, “Kayak gitu aja sampai bunuh diri!”
Sebenarnya, apa yang disebut depresi? Depresi bukan sekadar stres atau perasaan sedih biasa, sebagaimana yang mungkin dipahami sebagian orang. Depresi adalah perasaan tidak bahagia, dan penderitanya merasa tidak memiliki harapan. Yang menjadi hal penting untuk dipahami di sini, sebagian besar kasus bunuh diri disebabkan oleh depresi.
Sekitar 90 persen orang yang meninggal karena bunuh diri sebenarnya menderita penyakit kejiwaan. Penyebab tersering gangguan jiwa itu adalah depresi. Depresi bukanlah perasaan stres atau sedih biasa, namun perasaan yang tidak bahagia dan merasa tak punya harapan. Kondisi ini akan diikuti oleh berbagai gejala klinis.
Menurut penjelasan dr. Andri Sp.KJ, gejala depresi yang utama adalah gangguan mood atau perasaan hati yang menurun.
"Orang yang depresi akan merasa tidak ada harapan akan kehidupan, atau putus asa. Kondisi ini diikuti dengan gejala lain seperti susah konsentrasi, malas, tidak bertenaga, tidak nafsu makan, dan sering ada ide untuk bunuh diri," kata psikiater dari RS Omni Alam Sutera Tangerang ini.
Gangguan tersebut berlangsung setidaknya selama dua minggu, yang akan mengganggu fungsi sosial dan kegiatannya sehari-hari.
Pengalaman negatif dalam kehidupan juga bisa menyebabkan depresi, misalnya kematian orang terkasih, perceraian, perpisahan, kehilangan pekerjaan, penyakit berat, kekerasan seksual, dan sebagainya.
Bisa diobati
Perempuan disebut berisiko dua kali lipat menderita depresi dibandingkan pria. Menurut data Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI tahun 2013, sekitar 6 persen atau 16 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional (depresi dan kecemasan).
"Itu hanya data yang dilaporkan, padahal gangguan jiwa seperti fenomena gunung es yang kelihatannya kecil, tapi sebenarnya menyimpan potensi besar yang tak terlihat," katanya.
Depresi sebenarnya bisa diobati. Masyarakat bahkan bisa berobat secara gratis, karena konseling atau pengobatan depresi juga ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Peran serta masyarakat juga diperlukan dengan lebih peka mengenali tanda-tanda depresi dan peduli jika ada perubahan perilaku pada orang terdekatnya. "Intinya kita harus empati, menyadari bahwa depresi bisa terjadi pada siapa pun. Jangan ragu untuk berobat," kata Andri.
Keberadaan hotline atau pusat layanan tempat curahan hati orang yang depresi atau punya keinginan bunuh diri di Indonesia sangat diperlukan. Layanan serupa di negara maju yang ditunjang tenaga profesional yang memahami situasi bunuh diri dinilai sukses menggagalkan aksi bunuh diri.
Baca juga: Instagram, Media Sosial Paling Buruk untuk Kesehatan Mental