Negara-negara yang Menjadi Surga Penghindar Pajak
https://www.naviri.org/2017/11/negara-surga-pajak.html
Naviri.Org - Masing-masing negara mengolah kekayaan alamnya, untuk kemakmuran negara bersangkutan. Kekayaan alam bisa berupa bahan makanan, atau pun emas, minyak, dan lainnya. Lalu bagaimana dengan negara-negara yang kebetulan tidak memiliki kekayaan alam? Dari mana mereka bisa mendapatkan pemasukan, agar rakyatnya makmur?
Kondisi terdesak sering kali menyebabkan orang menjadi kreatif. Tampaknya, hal serupa terjadi pada negara-negara yang kebetulan tidak memiliki kekayaan alam. Untuk mendapatkan pemasukan dari negara lain, mereka tidak menjual kekayaan alam yang memang tidak mereka miliki, namun menawarkan cara untuk menghindari pajak.
Sebut saja, sebagai contoh, British Virgin Island (BVI). Negara itu hanya seluas 150 km persegi, atau hanya sembilan kilometer lebih luas dari Jakarta Selatan. Penduduknya pun tak banyak, sampai tahun 2014 jumlahnya hanya 28.000 jiwa. Bandingkan dengan penduduk Jakarta Selatan yang angkanya menyentuh 1,89 juta jiwa.
Negara itu juga nyaris tak punya sumber daya apa-apa. Hanya ada perkebunan buah-buahan, sayuran, dan tebu. Itu pun tak cukup untuk memberi makan seluruh penduduk yang jumlahnya tak seberapa.
Sektor yang selalu diandalkan sebagai sumber penghasilan negara hanya ada dua, pariwisata dan jasa keuangan. Pariwisasta berkontribusi sebesar 45 persen bagi pendapatan negara.
Di sektor jasa keuangan, jangan bayangkan industri perbankan dan asuransi yang maju dan mendunia. Bukan. Sektor jasa keuangan yang kontribusinya terhadap pendapatan negara mencapai 51 persen ini berasal dari lisensi-lisensi perusahaan cangkang.
Sebagai negara yang tak punya sumber daya apa-apa, menjadi surga bagi para penghindar pajak adalah cara lain bagi BVI untuk mendapatkan uang. Dengan mematok tarif pajak nol persen, ia menarik para konglomerat untuk mendirikan perusahaan cangkang agar uang mereka tak terkena pajak tinggi di negara asal. Dengan begitu, penduduk BVI mendapat pekerjaan. Meskipun tak seluruh uang si konglomerat disimpan negara itu, setidaknya negara mendapatkan uang pendirian perusahaan.
BVI sangat ramah pada pebisnis konglomerat. Ia tak mematok pajak keuntungan, pajak hadiah. Pajak penjualan dan pertambahan nilai, pajak korporasi hingga pajak perusahaan. Bandingkan dengan negara-negara lain yang mematok pajak untuk setiap item itu. Di Indonesia, pajak korporasi saja mencapai 25 persen.
Dalam berkas milik kantor hukum Mossack Fonseca yang bocor dan dikenal dengan nama Berkas Panama, BVI menjadi negara dengan jumlah perusahaan terbanyak, yakni 113.648. Angka ini tentu belum mencakup jumlah seluruh perusahaan cangkang di negara itu. Ini hanya perusahaan-perusahaan yang pendiriannya dibantu oleh Mossack Fonseca.
International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) menyebutkan di dalam data sebesar 2,6 terabita itu berisi berkas-berkas pendirian perusahaan cangkang sejak 1977 hingga 2015. Dari data itu, Panama, negara asal Mossack Fonseca (Mossfon), berada di urutan ke dua.
Tercatat 48.360 perusahaan cangkang milik klien Mossfon didirikan di negara ini. Jika dibandingkan dengan BVI, tampak selisih yang cukup jauh.
Panama ini negara yang yang jauh lebih luas dari BVI, yakni 74,17 ribu km persegi. Penduduknya pun menyentuh angka 3,9 juta. Mengapa BVI lebih diidolakan? Ini karena tarif pajak di Panama tidak nol persen seperti di BVI. Namun, Panama memberikan kemudahan dan kebijakan bisnis yang sangat longgar.
Menurut sebuah studi akademis yang diterbitkan oleh Pusat Perpajakan Norwegia, reputasi Panama sebagai surga pajak sudah dimulai sejak 1919, ketika mulai mendaftarkan kapal asing untuk membantu Standard Oil menghindari pajak dan peraturan AS.
Dalam beberapa tahun, Panama memperpanjang pendekatan minimalisnya dengan perpajakan, regulasi dan pengungkapan keuangan, untuk keuangan lepas pantai. Panama memperkenalkan hukum perusahaan penggabungan longgar, yang membiarkan siapa pun mulai bebas pajak, hingga didirikannya perusahaan anonim.
Negara lain yang masuk dalam sepuluh besar idola klien Mossfon adalah Bahamas. Ada 15.915 perusahaan cangkang milik rekanan Mossfon yang didirikan di negara ini. Lalu ada Sychelles, NIUE, Samoa, British Anguilla, Nevada, Hongkong, dan Inggris.
Untuk mendirikan perusahaan cangkang, biasanya diperlukan perantara. Perantara ini yang menghubungkan calon pemilik perusahaan dengan kantor hukum untuk mengurus pendirian. ICIJ menyebutkan bahwa Mossfon bekerja sama dengan para perantara di lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Klien paling aktif dalam pembuatan perusahaan cangkang berasal dari Hong Kong. Ada 37.675 perantara di negara itu.
Setelah Hong Kong, Swiss berada di posisi ke dua dengan jumlah perantara mencapai 34.301. Di urutan ke tiga ada Inggris, dengan 32.682 perantara yang bekerja dengan Mossfon.
Jika negara-negara kaya sumber daya alam malah jatuh miskin yang kemudian melahirkan istilah “kutukan sumber daya”, negara-negara miskin sumber daya ini malah kaya. Mereka meraup uang dari pengusaha yang meraup kekayaan di negara-negara kaya sumber daya.
Baca juga: Sejarah dan Asal Usul Inggris Raya Menjadi Surga Pajak