Menantikan Internet Super Berkecepatan 5G
https://www.naviri.org/2017/11/internet-5G.html
Naviri.Org - Sekian tahun lalu, ketika internet baru dikenal di Indonesia, kecepatan internet bisa dibilang “memprihatinkan”. Untuk membuka satu halaman website, sering kali dibutuhkan waktu lama, kadang sampai bermenit-menit. Apalagi untuk membuka video, tentu dibutuhkan waktu loading yang jauh lebih lama.
Kemudian muncul teknologi 1G yang memungkinkan internet lebih cepat. Meski disebut “lebih cepat”, nyatanya membuka internet dengan kecepatan 1G tetap saja lambat. Baru setelah masuk 2G, kecepatan internet sudah bisa dibilang lumayan, dan membuka-buka internet, lewat komputer atau ponsel, terasa lebih nyaman. Apalagi setelah 3G lahir menggantikan 2G.
Kini, 3G sudah tergeser dengan 4G, yang tentu memiliki kecepatan akses lebih baik. Dengan 4G, membuka video atau mengakses situs mana pun terasa lebih cepat dan menyenangkan. Nyatanya, meski begitu, kecepatan dalam hal akses internet terus diperbaiki dan ditingkatkan. Meski saat ini 4G atau LTE sudah dapat dibilang bagus, namun teknologi internet masih ingin terus berkembang, hingga tak lama lagi akan muncul 5G.
5G merupakan penerus 4G, 3G, dan berbagai G yang telah muncul sebelumnya dalam kehidupan digital kita. 5G, secara sederhana, artinya adalah generasi 5. Tentu, sebagai generasi dengan angka terbesar, secara mudah pula kita dapat simpulkan, 5G bakalan membawa segudang peningkatan dari G sebelumnya.
Marc Tracey, juru bicara Verizon, salah satu provider besar di Amerika Serikat, sebagaimana dikutip dari Wired, mengungkapkan, pada dasarnya 5G akan menyajikan pipa yang lebih lebar dan jalur (yang lebih) cepat. 5G menawarkan latensi yang rendah dalam jaringan komunikasi. Lantensi, secara sederhana, adalah delay.
Dalam dunia internet, ada beragam sebab yang menentukan kecepatan internet. Perbedaan perangkat keras atau komponen juga sangat berpengaruh untuk membuat internet stabil dan cepat. Tapi, jika kita bicara mengenai latensi, bandwidth adalah pasangan yang cocok dalam berbicara penentuan perbedaan kecepatan internet.
Secara sederhana, bandwidth bisa dianalogikan sebagai jalan. Semakin lebar, tentu semakin bagus. Latensi, merupakan kecepatan kendaraan yang melalui jalan tersebut. Delay atau keterlambatan yang rendah, tentu akan berdampak pada semakin cepat sampai kita ke tujuan. Dengan memanfaatkan 5G misalnya, men-downlod film beresolusi HD atau bahkan 4K, bisa dilakukan dalam hitungan detik.
Menurut perkiraan, jaringan 5G akan menghadirkan internet dengan kecepatan 800Gbps, atau seratus kali lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya.
Ini artinya, 5G akan memberikan perubahan kehidupan digital yang lebih besar bagi masyarakat. Kita bisa semakin cepat menonton video streaming, semakin halus melakukan siaran langsung via internet, dan semakin massifnya penggunaan perangkat “internet of things”.
Kemungkinan pula, kecepatan 5G akan memberikan dampak yang signifikan bagi keberadaan mobil swakemudi yang saat ini masih dalam pengembangan beberapa perusahaan. 5G juga akan berpengaruh sangat besar pada keberlanjutan perangkat virtual reallity atau augmented reality.
Secara teknis, 5G akan dioperasikan di pita frekuensi tinggi dari spektrum wireless. 5G akan bercokol di spektrum dengan rentang 30 GHz dan 300 GHz. Atau, dengan bahasa yang lebih sederhana, 5G akan bercokol di spektrum milimeter. Suatu spektrum yang mampu mentransfer kumpulan data dengan kecepatan yang tinggi.
Tapi perlu diingat, dengan memanfaatkan spektrum milimeter, 5G akan kesulitan menghadapi tembok, bangunan, dan berbagai penghalang lainnya. Ini artinya, untuk menginplementasikan 5G memerlukan jauh lebih banyak tower atau antena-antena kecil untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam bahasa yang lebih sederhana, perlu dana yang sangat besar jika benar-benar ingin mengimplementasikan 5G.
Richard Adler, pengamat teknologi dari Institute fo the Future, mengatakan, daripada ribuan tower telekomunikasi dibangun, 5G mungkin akan menghadirkan jutaan titik (antena). "Berlipat titik (antena) di dalam sebuah gedung (akan dipasang), bahkan berlipat titik (antena) di sebuah kamar (akan dipasang)," katanya, seperti dilansir dari Wired.
Tak mustahil pula, ponsel pintar yang mendukung 5G kelak akan dipenuhi banyak antena di dalamnya.
5G diharapkan akan hadir di Amerika Serikat pada tahun 2020. Di wilayah Amerika Utara, jaringan 5G akan digunakan oleh 116 juta pengguna. Sedangkan di wilayah Asia Pasifik, 5G diperkirakan akan digunakan oleh sekitar 383 juta pengguna.
Di Jepang, NTT DoCoMo, salah satu provider telekomunikasi besar, melakukan uji coba implementasi 5G yang memanfaatkan spektrum milimeter 70Ghz. Bekerjasama dengan Nokia, DoCoMo sukses menghadirkan 5G di suatu kompleks komersial di Tokyo pada bulan Oktober 2015. Dalam uji coba tersebut, 5G berhasil menembus kecepatan hingga 2Gbps.
Selain dengan Nokia, DoCoMo juga bekerjasama dengan Huawei untuk menghadirkan 5G pada publik di sana. Dalam kerjasamanya dengan Huawei, DoCoMo sukses menyulap distrik Yokohama Minato Mirai, menjadi area berkecepatan 5G. Secara keseluruhan, distrik tersebut memiliki throughput hingga 11,29 Gbps, atau 40 kali lebih kencang dibandingkan 4G LTE. Dalam percobaan skala besar tersebut, tingkat latensi yang rendah, yang kurang dari 0,5ms, berhasil dicapai.
Dalam mengejar pencapaian 5G secara lebih serius, DoCoMo juga turut membangun pusat Research and Development 5G. Secara keseluruhan, pemerintah Jepang telah duduk bersama dengan perusahaan teknologi terkait untuk menghadirkan 5G bagi masyarakat. NTT DoCoMo, KDDI, SoftBank, Panasonic, Sharp, dan Fujitsu diharapkan bersama-sama membangun infrastruktur 5G. Teknologi 5G diharapkan bisa diterapkan pada gelaran Olimpiada 2020 di Jepang.
Seluruh dunia memang sedang melakukan uji coba untuk mengimplementasikan 5G menjadi kenyataan.
Di Korea Selatan, Provider SK Telecom dan Korea Telecom berlomba untuk menghadirkan 5G. Korea Telecom berhasil melakukan ujicoba 5G di Phoenix Park, Ski World di PyeongChang. Diharapkan, di tahun 2018, 5G bisa diterapkan di arena Olimpiade musim dingin yang diadakan di Korea Selatan.
Sementara di Rusia, provider MegaFon, MTS, VimpleCom, juga turut menguji coba 5G bagi publik di sana. Dan diharapkan pula, 5G setidaknya bisa diterapkan di lokasi-lokasi laga Piala Dunia 2018.
Sama halnya dengan yang lain, Australia melalui provider Telstra dan Optus, juga tengah berupaya menghadirkan 5G bagi masyarakat di sana. Dan diharapkan, 5G bisa dipakai pada gelaran pesta olahraga persemakmuran Inggris yang akan diadakan pada tahun 2018 mendatang.
Untuk Indonesia sendiri, baru-baru ini, perusahaan teknologi dunia Ericsson menggelar demonstrasi koneksi mobile 5G di Jakarta. Dalam demo yang ditampilkan, puncak koneksi berada di angka 5,3 Gbps dan latensi 3 ms.
Secara umum, jika kita melihat dunia digital kini, internet berkecepatan tinggi memang telah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Apalagi, menurut data yang dilansir Gartner, diprediksi terdapat 6,4 miliar perangkat yang terhubung ke internet di seluruh dunia pada tahun 2016 lalu. Atau meningkat 30 persen dibandingkan tahun 2015. Pada tahun 2016, terdapat 5,5 juta perangkat yang baru terkoneksi internet setiap harinya. Kemudian pada tahun 2020 kelak, perangkat yang terhubung ke internet diperkirakan akan mencapai angka 20,8 miliar unit.
Senada dengan data yang dilansir Gartner, Cisco, salah satu perusahaan teknologi dunia, mengungkapkan terjadi pertumbuhan lalu-lintas data hingga 63 persen di tahun 2016 lalu. Secara global, lalu-lintas data mencapai angka 7,2 exabytes per bulan di penghujung 2016 lalu. Meningkat dari hanya 4,4 exabytes per bulan di penghujung tahun 2015. Sebagai catatan, satu exabytes sama dengan satu miliar gigabytes.
Diperkirakan pada tahun 2021 kelak, lalu-lintas data akan mencapai angka 49 exabytes per bulan secara global.
Pada tahun 2016, Cisco melansir bahwa 69 persen lalu-lintas data dari perangkat mobile, berasal dari jaringan 4G. Padahal, perangkat mobile yang memanfaatkan 4G hanya berjumlah 26 persen. Sementara itu, terdapat 33 persen perangkat mobile yang menggunakan jaringan 3G.
Dari persentase tersebut, 3G menyumbang 24 persen pada lalu-lintas data. Artinya, meskipun jumlah perangkat 3G lebih banyak, namun sumbangan lalu-lintas data kalah dibandingkan 4G. Dengan asumsi ini, bukan hal yang mustahil jika kelak 5G benar-benar diimplementasikan, 5G bisa mencuat menjadi jaringan yang menguras lalu-lintas data paling tinggi.
Tidak mengherankan memang. Semakin cepat jaringan, semakin senang orang-orang untuk memanfaatkannya dalam berbagai keperluan. Hal ini juga turut diamini melalui data yang dirilis Cisco. Pada tahun 2016, video menjadi penyumbang paling besar dalam lalu-lintas data. Video menyumbangkan 60 persen dari total lalu-lintas data di tahun 2016.
Rata-rata, lalu-lintas data per ponsel pintar, di tahun 2016 lalu, berada di angka 1.614 MB per bulan, naik daripada tahun 2015 yang berkisar di angka rata-rata 1.169 MB per bulan.
Kelak, ponsel pintar yang mendukung jaringan 5G, tentu akan membuat pemiliknya betah bermain-main dengan berbagai aplikasi yang terinstall. Tapi tentu saja, untuk Indonesia, pekerjaan rumah memberikan akses internet secara merata jauh lebih mendesak dilakukan alih-alih membangun jaringan 5G.
Baca juga: Search Engine dan YouTube, Bisnis Google yang Terbesar