Pembantaian Nanking, Kisah Gelap dari Perang Dunia II
https://www.naviri.org/2017/10/pembantaian-nanking.html
Naviri.Org - Perang Dunia II adalah bagian sejarah besar dunia, yaitu peperangan yang melibatkan banyak negara di dunia, bahkan termasuk Indonesia. Pada waktu itu, ada dua kubu besar yang berperang, yaitu kubu Amerika dan kubu Rusia. Masing-masing kubu memiliki sejumlah kawan atau sekutu, dan negara-negara di masing-masing kubu itulah yang berperang di seluruh dunia.
Di antara gegap gempita selama Perang Dunia II terjadi, ada lembaran hitam yang sangat mengerikan, yang disebut Nanking Massacre atau Pembantaian Nanking.
Pembantaian Nanking, yang juga dikenal sebagai Pemerkosaan Nanking, adalah peristiwa kejahatan perang berbentuk genosida, yang dilakukan oleh tentara Jepang di Nanjing atau Nanking, yang ketika itu menjadi ibu kota Republik Cina. Durasi pembantaian ini tidak begitu jelas, namun kekerasan berjalan selama enam minggu, hingga awal Februari 1938.
Peristiwa pahit yang terjadi selama enam minggu sejak 13 Desember 1937 itu masih dikenang warga Nanking dan warga China sebagai peristiwa pembantaian oleh serdadu Jepang saat Negeri Matahari Terbit itu menduduki China. Pemerintah China mengklaim 300.000 warga tewas dalam pembantaian tersebut.
Pembantaian Nanjing adalah bukti nyata kebrutalan serdadu Jepang selama masa Perang Dunia II. Ribuan warga sipil tak bersenjata dan tentara China yang terluka, yang ditangkap, ditembak dengan senjata mesin dan dibunuh dengan bayonet. Mayat-mayat bergelimpangan di tepi Sungai Qinhuai dan Sungai Yantze yang membelah Kota Nanjing. Kota Nanjing berubah menjadi kota penuh darah dan ketakutan. Tak ada tempat bagi warga kota untuk berlindung. Bukan itu saja. Yang mengerikan adalah ribuan perempuan China menjadi korban pemerkosaan oleh tentara Jepang.
Sudah hampir 76 tahun peristiwa itu berlalu, tetapi warga Nanjing belum sepenuhnya dapat melupakan kejadian tersebut. Dan memang, Pembantaian Nanjing bukan untuk dilupakan. Anak-anak sekolah di China sejak dini diajak ke monumen Pembantaian Nanjing (Memorial Hall of Nanjing Massacre) agar mereka sejak kecil sudah diingatkan peristiwa ini. Di sana, semua data dan deskripsi peristiwa ini tergambar dengan sangat jelas. Bahkan, ada contoh bagaimana korban-korban tewas di dalam rumahnya.
Peristiwa ini memberi inspirasi bagi Iris Chang, perempuan Amerika keturunan China, untuk menulis buku berjudul The Rape of Nanking-The Forgotten Holocaust of World War II. Data-data yang terungkap dalam buku itu, termasuk data tentang neneknya yang menjadi korban, mengejutkan dunia Barat.
Namun, Iris Chang setelah itu mendapat ancaman dan teror dari kaum sayap kanan Jepang, yang menolak peristiwa Nanjing. Tidak tahan dengan teror dan ancaman itu, Iris Chang akhirnya ditemukan tewas, diduga akibat mengalami depresi. Namun, bukunya, The Rape of Nanking, mengalami cetak ulang dan menjadi best seller.
Salah satu korban pembantaian Nanjing, Li Xiuling, seperti dikutip Newsweek (20/7/1998), mengungkapkan kemarahannya kepada Jepang. “Saya benci Jepang begitu dalam,” kata Liu Xiuling, yang saat peristiwa terjadi sedang hamil tujuh bulan. Tiga serdadu Jepang menikamnya 37 kali saat itu. Bayi yang dikandungnya tewas, tetapi Li selamat.
Baca juga: Asal Usul Jugun Ianfu Dalam Sejarah Perang Dunia