Contoh Surat Perjanjian Pemborongan (3)
https://www.naviri.org/2016/12/perjanjian-pemborongan-page-3.html
Naviri.Org - Uraian ini lanjutan uraian sebelumnya (Contoh Surat Perjanjian Pemborongan 2). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.
5. Jika pada waktu pelaksanaan pekerjaan terjadi kemacetan-kemacetan yang diakibatkan tidak masuknya atau tidak tersedianya bahan-bahan dan alat-alat karena kesalahan PIHAK KEDUA, kecuali adanya force mejeure, maka segala risiko akibat kemacetan pekerjaan tersebut menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.
6. Segala persoalan dan tuntutan para tenaga maupun Sub Kontraktor menjadi beban dan tanggung jawab sepenuhnya PIHAK KEDUA, dan PIHAK PERTAMA bebas dari segala tuntutan para tenaga kerja dan Sub Kontraktor yang berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan ini baik di dalam maupun di luar pengadilan.
7. Bila selama PIHAK KEDUA melaksanakan pekerjaan pemborongan menimbulkan karugian bagi pihak lain (orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dalam perjanjian ini), maka segala kerugian ditanggung sepenuhnya oleh PIHAK KEDUA.
Pasal 10
DENDA KETERLAMBATAN
1. Apabila PIHAK KEDUA terlambat menyerahkan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 perjanjian ini dan terbukti bahwa keterlambatan tersebut atas kesalahan PIHAK KEDUA, maka PIHAK KEDUA wajib membayar denda atau ganti rugi kepada PIHAK PERTAMA sebesar [___]0/00 ([___] per mil) dari harga borongan untuk setiap hari keterlambatan, dengan maksimal sebesar [___]% ([___] persen) dari harga borongan. Pembayaran denda keterlambatan harus disetorkan pada PIHAK PERTAMA pada saat Serah terima Pertama.
2. Ketentuan pada ayat 1 dan ayat 2 di atas tidak berlaku apabila keterlambatan penyerahan pekerjaan disebabkan oleh kejadian di luar kekuasaan dan kemampuan PIHAK KEDUA (force mejeure) sebagaimana tersebut pada pasal 12 perjanjian ini atau apabila keterlambatan penyerahan pekerjaan di luar kesalahan PIHAK KEDUA.
3. Untuk setiap kelalaian/kesalahan dalam syarat-syarat spesifikasi teknis yang mengakibatkan diberikannya terguran-teguran dan perintah-perintah kepada PIHAK KEDUA oleh Konsultan, maka setelah PIHAK KEDUA diberikan peringatan sebanyak [___] ([___]) kali berturut-turut dalam waktu [___] ([___]) hari kalender belum melaksanakan instruksi yang dimaksud, maka PIHAK KEDUA akan dikenakan denda sebesar Rp. [___] ([___] Rupiah) setiap hari untuk setiap kelalaian dan harus dibayarkan kepada PIHAK PERTAMA sampai dengan terlaksananya instruksi tersebut. Pembayaran denda harus disetorkan pada saat pengajuan termin berikutnya.
4. Denda sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan 2 di atas akan diperhitungkan pada pembayaran dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA.
5. Jika denda telah mencapai [___]% ternyata PIHAK KEDUA tetap melakukan keterlambatan maka akan berlaku pasal 12 Perjanjian ini.
Pasal 11
KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE)
1. Yang termasuk keadaan memaksa (force majeure) adalah akibat-akibat dari kejadian-kejadian seperti berikut:
• Bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, dan banjir),
• Kebakaran,
• Keadaan perang, huru-hara, pemberontakan dan epidemi,
• Kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter dan dengan diterbitkannya petunjuk pelaksanaan yang berkaitan dengan jasa konstruksi.
Yang secara keseluruhan ada hubungan langsung dengan penyelesaian pekerjaan pemborongan ini.
2. Apabila terjadi keadaan memaksa (force majeure) sebagaimana tersebut pada ayat 1 di atas, PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu [___] ([___]) hari kalender sejak terjadinya keadaan memaksa (force majeure) tersebut, dengan melampirkan pernyataan tertulis dari penguasa setempat untuk dapat dipertimbangkan oleh PIHAK PERTAMA, demikian juga pada waktu keadaan memaksa (force majeure) berakhir.
3. Atas pemberitahuan PIHAK KEDUA, PIHAK PERTAMA akan menyetujui atau menolak secara tertulis keadaan memaksa (force majeure) itu dalam jangka waktu [___] x 24 jam, sejak diterimanya pemberitahuan tersebut.
4. Jika dalam waktu [___] x 24 jam sejak diterimanya pemberitahuan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA tentang “keadaan memaksa” (force majeure) tersebut PIHAK PERTAMA tidak memberi jawaban, maka PIHAK PERTAMA dianggap menyetujui akibat “keadaan memaksa” (force majeure) tersebut.
Pasal 12
PEMUTUSAN PERJANJIAN
1. PIHAK PERTAMA berhak secara dan seketika tanpa keputusan hakim memutuskan Perjanjian Pemborongan ini setelah terlebih dahulu melakukan teguran tertulis sebanyak tiga kali berturut-turut kepada PIHAK KEDUA, dalam hal PIHAK KEDUA:
a. Setelah [___] ([___]) hari kalender terhitung sejak ditetapkannya Surat Perintah Kerja No. [___] belum atau tidak memulai melaksanakan pekerjaan.
b. Terlambat menyerahkan pekerjaan selama dari [___] ([___] puluh) hari kalender terhitung sejak berakhirnya jadwal penyerahan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 perjanjian ini.
c. Tanpa persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA, telah menyerahkan sebagian atau seluruh pekerjaan kepada PIHAK KETIGA.
2. Pemutusan perjanjian sebagaimana tersebut pada ayat 1 di atas cukup disampaikan secara tertulis oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA. Selanjutnya kedua belah pihak setuju untuk melepaskan haknya sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang pemutusan/pembatalan perjanjian.
3. Dalam hal terjadi pemutusan perjanjian sebagaimana tersebut pada ayat 1 di atas, PIHAK PERTAMA berhak menunjuk PIHAK KETIGA untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, atas biaya PIHAK KEDUA, dan untuk itu PIHAK KEDUA wajib menyerahkan seluruh Dokumen Kontrak, perhitungan-perhitungan dan keterangan-keterangan yang berhubung dengan pelaksanaan pekerjaan.
4. Dengan putusnya Perjanjian Pemborongan ini, maka PIHAK PERTAMA mempunyai kuasa mutlak yang tidak dapat dicabut kembali oleh ketentuan Undang- undang atau oleh sebab apa pun, untuk mencairkan semua Jaminan Bank yang diterimanya dari PIHAK KEDUA untuk menjadi miliknya.
Pasal 13
PELAKSANAAN PEKERJAAN DI LAPANGAN
1. Apabila pelaksanaan pekerjaan di lapangan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan pemborong lain yang ditunjuk oleh PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA dengan Pengawas Pekerjaan akan bekerjasama sebaik-baiknya agar tidak terjadi keterlambatan pekerjaan.
2. Apabila PIHAK KEDUA gagal dalam menjalankan perintah/instruksi dari PIHAK PERTAMA atau Pengawas Pekerjaan, pada batas waktu yang telah ditetapkan dan disetujui kedua belah pihak, maka PIHAK PERTAMA berwenang untuk memperkerjakan dan membayar PIHAK KETIGA untuk melaksanakan perintah/instruksi tersebut atas beban PIHAK KEDUA dengan biaya yang ditentukan oleh PIHAK PERTAMA melalui usulan Konsultan di mana biaya tersebut akan dipotong dari pembayaran-pembayaran yang seharusnya menjadi hak PIHAK KEDUA.
Pasal 14
MATERIAL, ALAT-ALAT, DAN TENAGA KERJA
1. Semua material dan alat-alat kerja yang diperlukan sehungan dengan pelaksanaan/pekerjaan sebagaimana tersebut pada Pasal 1 perjanjian ini harus disediakan oleh dan menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.
1.1. PIHAK KEDUA wajib membuat tempat atau gudang untuk menyiapkan bahan-bahan dan alat-alat, serta menyediakan angkutan untuk memindahkan bahan-bahan dan alat-alat tersebut guna lancarnya pekerjaan ini.
1.2. PIHAK PERTAMA/Pengawas Pekerjaan berhak menolak bahan-bahan dan alat-alat yang disediakan oleh PIHAK KEDUA, jika kualitasnya tidak sesuai dengan yang telah disepakati bersama.
1.3. Jika bahan-bahan dan alat-alat tersebut ditolak oleh PIHAK PERTAMA/Pengawas Pekerjaan, maka PIHAK KEDUA harus menyingkirkan bahan-bahan dan alat-alat tersebut dari lokasi pekerjaan dalam waktu 2 x 24 jam, kemudian menggantinya dengan yang telah disepakati bersama.
1.4. Tidak tersedianya bahan-bahan dan alat-alat tidak dapat dijadikan alasan untuk keterlambatan pekerjaan, kecuali dalam Keadaan Memaksa (force majeure).
2. PIHAK KEDUA wajib menyediakan tenaga kerja yang cakap, cukup jumlah, terampil dan berpengalaman yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana tersebut pada Pasal 1 perjanjian ini, dan untuk itu:
2.1. PIHAK KEDUA wajib mencegah setiap bahaya yang mungkin timbul atas diri para pekerja dalam melaksanakan pekerjaan, dan apabila terjadi kecelakaan kerja PIHAK KEDUA harus segera memberikan pertolongan kepada korban dan segala biaya-biaya yang diperlukan untuk hal itu menjadi beban dan tanggung jawab PIHAK KEDUA sepenuhnya.
2.2. PIHAK KEDUA wajib menyediakan obat-obatan yang cukup untuk pertolongan pertama pada kecelakaan, di kantor lapangan.
2.3. Segala sesuatu yang terjadi atas pekerja-pekerja PIHAK KEDUA menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA sepenuhnya.
2.4. PIHAK KEDUA sedapat mungkin menggunakan tenaga kerja dari daerah sekitar lokasi pekerjaan.
2.5. Semua peralatan yang digunakan harus peralatan yang berdomisili di Indonesia.
2.6. PIHAK KEDUA wajib menyelenggarakan program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Semua material dan peralatan hanya boleh dibawa dari lokasi pekerjaan setelah ada ijin tertulis dari PIHAK PERTAMA/Pengawas Pekerjaan.
Baca lanjutannya: Contoh Surat Perjanjian Pemborongan (4)