Kisah Terindah di Dunia (5)
https://www.naviri.org/2016/08/kisah-terindah-di-dunia-5.html
Naviri.Org - Sejak itulah segalanya berubah, dan keluarga Nazar yang biasa menempati rumah luas dengan pendapa yang megah kini harus berpindah ke rumah yang jauh lebih kecil—rumah yang dibangun dari hasil tabungan mereka yang tak seberapa. Ibu Nazar cukup berbesar hati menghadapi perubahan yang drastis itu, begitu pula dengan Nazar—anak mereka satu-satunya—namun ayah Nazar sepertinya mengalami depresi.
Psikologi modern mungkin menyebut apa yang terjadi pada diri ayah Nazar itu sebagai post power syndrome, dan mungkin seperti itulah yang terjadi. Ayah Nazar seperti patah hati—ia seperti belum siap untuk menghadapi perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dengan drastis seperti itu. Sekarang dia tidak lagi menjadi sosok kaya yang sangat dihormati seperti dulu—ia kini hanyalah seorang lelaki biasa dengan keluarga biasa, dan orang-orang di sekelilingnya pun kini menghadapinya dengan cara yang biasa pula.
Pada awalnya keluarga Nazar masih dapat melanjutkan hidup dengan tenang meski dengan banyak perubahan, namun lama-lama mereka mulai menyadari bahwa mereka harus mulai bekerja untuk dapat terus melanjutkan hidup. Sekarang tak ada lagi uang yang mengalir dengan mudah seperti dulu, karenanya sekarang mereka harus melangkah untuk mencarinya. Ibu Nazar pun mulai turun ke sawah, begitu pula dengan Nazar, dan mereka bersyukur sawah mereka yang tak terlalu luas itu tak ikut tersita oleh pemerintah.
Tetapi ayah Nazar tidak siap untuk menghadapi kenyataan itu. Ia lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah, membaca surat kabar yang biasa datang terlambat, sambil menghisap cerutu murahan dan menikmati kopi pahit yang biasanya telah menjadi dingin. Ayah Nazar bahkan seperti malu dan tak punya kepercayaan diri lagi untuk menghadapi orang-orang di sekelilingnya. Ia menjadi sosok yang mengasihani diri sendiri—dan istri serta anaknya tahu hal itu, serta berusaha memakluminya.
Namun Nazar benar-benar tak bisa memaklumi ketika ayahnya menentang hubungannya dengan Amina hanya karena Amina ‘miskin’. Nazar mencoba mengambil hati ayahnya dengan berkata perlahan-lahan, selembut mungkin, mencoba memberitahu ayahnya bahwa ia telah terlanjur jatuh hati pada Amina dan tak bisa melepaskannya, namun ayahnya tetap tak bisa menerima. Dan percakapan itu pun kemudian mulai menjadi pertengkaran antara ayah dan anaknya.
“Ayah tak mau dengar lagi kau masih dekat-dekat dengan gadis miskin itu!” teriak ayahnya dengan wajah memerah.
“Tapi Ayah tak berhak melarangku hanya karena dia miskin!” balas Nazar dengan wajah yang sama merahnya. “Kita tak jauh berbeda dengan keadaan mereka, jadi apa salahnya?!”
“Kau keliru, Nak! Kita tidak sederajat dengan mereka!”
“Ayah yang keliru! Tak ada perbedaan derajat apapun antara kita dengan mereka!”
Ayah Nazar seperti tak mampu mendengar ucapan anaknya itu, dan seketika tangannya melayang, menampar wajah putranya dengan keras. Nazar merasakan bibirnya pecah, dan darah meleleh dari lukanya. Dengan mata penuh amarah dia menatap ayahnya, namun ayahnya balas menatapnya dengan penuh kebencian.
“Ayah akan menyesal telah melakukan ini kepadaku,” kata Nazar perlahan sambil menahan amarahnya.
“Kau yang akan menyesal!” balas ayahnya dengan galak. “Kau akan tahu bahwa kau telah keliru, dan Ayah akan membuktikannya kepadamu!”
***
Tak ada yang terjadi setelah hari pertengkaran itu. Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa, meski kini Nazar selalu menghindar dari percakapan dengan ayahnya sebagaimana ayahnya pun melakukan hal yang serupa. Rumah kecil mereka yang dulu terasa damai kini seperti menjadi neraka kecil, dan baik Nazar maupun ayahnya menyadari hal itu.
Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (6)