Kisah Terindah di Dunia (25)
https://www.naviri.org/2016/08/kisah-terindah-di-dunia-25.html
Naviri.Org - “Kau telah berada di sini selama bertahun-tahun lamanya—sepuluh tahun, katamu—kau tentunya telah mengenal tempat ini dengan baik, kan?” ujar Nazar waktu itu.
“Sebagian besar, ya,” sahut Naufal.
“Dan kau benar-benar yakin kalau tak ada satu pun jalan keluar yang bisa digunakan untuk keluar dari sini? Maksudku, jalan keluar lain yang tidak dijaga oleh Krog sialan itu...”
Naufal tersenyum. “Kau masih berniat untuk kabur?”
Nazar mengangguk. “Kau tahu, aku punya seorang kekasih yang amat kucintai di duniaku. Dan aku...aku merasa tidak bisa meninggalkannya atau melupakannya. Aku bahkan meninggalkannya tanpa pamit—aku diculik oleh beberapa orang dari negeri ini dan langsung dibawa ke sini—dan dia, maksudku kekasihku, sekarang pasti tengah kebingungan memikirkan di manakah aku...”
Atau sekarang dia sudah menikah dengan orang lain, batin Naufal, namun itu tak diucapkannya karena tak ingin menghancurkan hati sahabatnya. Yang ia katakan kemudian hanyalah, “Aku bisa memahami perasaanmu, Nazar.”
“Karena itu, tolonglah aku,” mohon Nazar. “Kalau kau memang tahu ada jalan keluar seperti yang kuinginkan itu, tolong katakan padaku!”
Naufal menepuk-nepuk tangan Nazar, dan berkata perlahan, “Kalau aku tahu ada jalan semacam itu, kita pasti tak akan pernah bertemu karena aku pasti telah lama kabur dari sini...”
Nazar menatap sahabatnya dengan pandangan yang hampa. Ia merasakan semua harapannya telah pupus—ia harus selamanya berada di negeri asing ini.
“Tetapi,” lanjut Naufal dengan suara berbisik, “kau bisa mencoba satu jalan lain—kalau kau benar-benar telah nekat.”
“Melalui para Krog itu?” tanya Nazar memastikan.
“Ada jalan lain selain yang dijaga oleh para Krog itu, namun sangat berbahaya. Kau memang tidak akan menghadapi para Krog di sana, tetapi kau mungkin akan menjadi gila begitu kau telah berhasil keluar dari sini melalui jalan itu.”
“Aku tidak paham maksudmu, Naufal.”
“Dengar,” Naufal semakin melirihkan suaranya, “satu-satunya cara yang bisa kau gunakan untuk dapat pergi dari sini hanyalah dengan melalui pusaran waktu—itu adalah satu-satunya jalan tembus yang dapat mengantarkanmu kembali ke dunia asalmu.”
“Di manakah letak jalan tembus itu?” bisik Nazar.
“Di pusaran danau.” Setelah terdiam sejenak dan setelah memastikan tak ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan mereka, Naufal menjelaskan, “Ada hutan kecil di sebelah barat negeri ini, dan di tengah hutan itu terdapat sebuah danau yang airnya terus berputar-putar membentuk pusaran. Itulah pusaran waktu, dan itulah satu-satunya jalan tembus yang bisa kau gunakan untuk kabur dari sini. Begitu kau masuk ke dalam pusaran air di danau itu, kau harus terus bergerak hingga mencapai lautan, dan begitu kau keluar dari kedalaman laut, kau pun telah sampai...di duniamu kembali.”
“Itu mudah, kan?” Mata Nazar berbinar-binar.
“Kau baru mendengar separuhnya,” ujar Naufal. “Sekarang dengarkan yang separuhnya lagi. Mengapa pusaran di danau itu disebut pusaran waktu? Karena pusaran yang berputar di situ akan membawamu kepada waktu yang berbeda. Berapa lama kau dapat keluar dari pusaran itu, akan menentukan berapa lama putaran waktu yang akan kau lewati.”
Nazar mengerutkan keningnya. “Aku...aku tidak paham dengan yang kau katakan ini, Naufal.”
“Kau masih ingat tahun berapa ketika kau dibawa ke negeri ini?” tanya Naufal.
“Ya,” Nazar menjawab pasti, “tahun 1954.”
“Dan kau masih ingat telah berapa lama kira-kira kau berada di sini?”
Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (26)