Ilmuwan China Membuat Bulan Buatan untuk Menerangi Kota
https://www.naviri.org/2016/04/Ovi-Sovianti.html
Naviri Magazine - Cina atau Tiongkok selama ini terkenal sebagai pihak yang bisa meniru apa saja, khususnya yang sedang tren. Dari smartphone sampai pakaian, Tiongkok bisa membuat tiruannya dengan wujud yang bisa dibilang sama persis. Kini, ilmuwan di sana akan membuat barang tiruan, dan kali ini yang akan ditiru tidak main-main, yaitu Bulan!
Tiga "bulan buatan" tengah disiapkan oleh ilmuwan Tiongkok yang berbasis di kota Chengdu, Provinsi Sichuan, untuk membantu menerangi kota tersebut pada malam hari, menemani Bulan sesungguhnya.
Ketua Chengdu Aerospace Science & Technology Microelectronics System Research Institute Company (CASC), Wu Chunfeng, dikutip The People's Daily, mengatakan "bulan buatan" itu adalah satelit yang diorbitkan.
Wu menyatakan, satelit itu bisa memancarkan cahaya yang delapan kali lebih terang dibandingkan Bulan sesungguhnya. Cahaya itu tidak dihasilkan sendiri, melainkan sinar matahari yang dipantulkan oleh lapisan reflektif pada ketiga satelit tersebut.
Bulan buatan itu akan mengorbit 500 km di atas Bumi, dan menghasilkan "cahaya seperti senja" yang mampu menerangi area dalam radius 10 hingga 80 kilometer. Sementara, titik pencahayaan yang tepat dapat dikontrol hingga radius puluhan meter, sehingga bisa menggantikan lampu jalan, demikian dikutip dari The Guardian.
Satelit ini baru diperkenalkan dalam sebuah acara pameran inovasi massa di Chengdu pekan lalu. Wu menyatakan, proses pengembangannya telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu.
Sejauh ini, belum ada spesifikasi lebih lanjut mengenai satelit tersebut, dan kapan tanggal peluncurannya. Namun, Wu yakin satelit itu akan berfungsi dengan baik.
Belum jelas apakah rencana itu telah mendapat sokongan pemerintah kota Chengdu atau pemerintah Tiongkok. Namun, CASC adalah kontraktor utama program antariksa Tiongkok.
Proyek mengirimkan bulan buatan ini memang tampak brilian. Namun, tak semua senang dengan ambisi ini. Malah ada beberapa warga yang khawatir dengan sinar bulan buatan ini akan berdampak buruk pada lingkungan, rutinitas sehari-hari satwa liar, pengamatan astronomi, jam tidur, juga biaya pembuatannya.
Akan tetapi rasa khawatir itu ditepis oleh Direktur Institute of Optics, School of Aerospace dari Harbin Institute of Technology, Kang Wiemin.
Pada CIFNews, Wiemin menegaskan, cahaya bulan buatan yang dihasilkan mirip cahaya senja, jadi takkan berdampak negatif pada satwa liar.
Namun, jika Chengdu mendapat persetujuan terkait proyek bulan buatan dan meluncurkannya ke angkasa, kota tersebut yakin dapat menghemat pengeluaran dalam menerangi seluruh jalanan.
Wu mengatakan, setiap tahunnya kota Chengdu menghabiskan dana sekitar 1,2 miliar yuan (Rp2,6 triliun) untuk membayar listrik.
Selain itu, bulan buatan juga bisa digunakan untuk menerangi daerah-daerah yang mengalami pemadaman listrik yang disebabkan oleh bencana alam seperti gempa bumi, lanjutnya.
Pemerintah kota juga meyakini, turis akan makin tertarik untuk berkunjung dan melihat bulan buatan bersinar pada malam hari. Satelit itu juga dapat dilihat dari seluruh bagian bumi dengan menggunakan teleskop.
Ide mengorbitkan "bulan buatan" ini bukanlah yang pertama.
Sekian tahun lalu, pemerintah Norwegia memasang tiga cermin raksasa yang dikontrol komputer di atas kota Rjukan, untuk melacak pergerakan Matahari dan memantulkan sinarnya ke area seluas 600 meter persegi di alun-alun kota itu.
Rjukan adalah sebuah kota kecil di lembah yang terjepit dua gunung. Selama enam bulan—akhir September hingga pertengahan Maret—dalam tiap tahunnya tak tersentuh sinar matahari.
Mundur ke belakang lagi, pada 1999, pemerintah Rusia bahkan pernah meluncurkan cermin ke orbit Bumi. Namanya Znamya 2.
Ia dilengkapi cermin berdiameter 25 meter yang akan membelokkan sinar matahari untuk menerangi area selebar 5 meter di Siberia. Cara ini, ketika itu, dipandang pemerintah Rusia lebih murah ketimbang menarik kabel listrik ke daerah paling utara di negeri Beruang Merah tersebut.
Namun, saat pertama kali mengorbit, Znamya 2 bertabrakan dengan satelit lain dan hancur. Rusia tak melanjutkan proyek itu.